Melacak Kejayaan De Tjolomadoe Lewat Mesin

Sosial Budaya

“Pabrik iki openana, sanajan ora nyugihi, nanging nguripi, kinaryo papan pangupa jiwane kawula dasih”. Artinya, pabrik ini peliharalah. Meskipun tidak mendatangkan kekayaan, tetapi menghidupi dan memberi perlindungan untuk jiwa para rakyat kecil. Kalimat bijak dari Sang Raja, Mangkunegara IV, mengingatkan kita semua untuk tetap memelihara pabrik gula peninggalan Mangkunegaran walau bagaimanapun keadaannya. Pabrik yang dimaksud adalah Pabrik Colomadu dan Pabrik Tasikmadu.

Pratika Rizki Dewi, mahasiswa sejarah UGM, dalam tulisannya yang dimuat di  Solopos pada 17 Juli 2018 mencoba mencermati perkembangan pabrik gula Colomadu yang kini bersalin nama menjadi De Tjolomadoe dari sisi wisata, sejarah dan edukasi.

Dari segi wisata, De Tjolomadoe menjadi primadona anyar untuk para pelancong yang berkunjung ke Solo maupun Karanganyar. Sedangkan dari sisi kesejarahan dan edukasi, revitalisasi hanya menyentuh aspek bangunan. Belum ada informasi mengenai kisah-kisah sejarah yang sebetulnya bisa ditampilkan di dalamnya. Hal ini sangat disayangkan, mengingat salah satu tujuan vital dipertahankannya pabrik ini adalah untuk mengedukasi masyarakat.

De Tjolomadoe terus bergelimang pemberitaan. Belum lama ini, seperti diberitakan Solopos pada 18 Juli lalu kawasan De Tjolomadoe dilirik oleh Grup Horison karena posisinya sangat strategis. Hal tersebt bisa dilihat dari jarak yang relatif dekat dengan bandara, pun juga memiliki ruang ekshibisi yang mumpuni. Bahkan, menurut pemberitaan, akan didirikan pula mall dan hotel. Ide ini tentu harus melewati pertimbangan yang matang, jangan sampai bangunan bersejarah ini hanya akan menjadi pemanis semata.

Ex-pabrik gula Colomadu ini selain memilki bentuk bangunan yang ciamik, di belakangnya ragam kisah sudah terpahat dalam sejarah. Kejayaannya bisa dilacak lewat mesin-mesin yang masih kokoh di dalamnya meski tak utuh. Membaca merek-merek mesin ternama, membuktikan bahwa pabrik gula Colomadu kala itu tidak bisa dipandang sebelah mata. Totalitas Praja Mangkunegaran bukan main. Jaringan internasionalnya sudah terbentuk rapi dalam tataran bisnis ekonomi industri.

Plat Mesin dan Jaringan Internasional

Jamak diketahui, bahwa pabrik gula Colomadu, didirikan pada  8 Desember 1861 oleh Mangkunegara IV. Biaya yang dikeluarkan juga terhitung fantastis di jamannya, mencapai  400.000 gulden. Dana diperoleh dari pinjaman hasil perkebunan kopi Mangkunegaran, juga mendapat support dari salah seorang Mayor Cina di Semarang, bernama Be Biauw Tjwan yang merupakan kolega Sang Raja. Pembangunannya pun dipercayakan kepada R.Kampf, seorang ahli berkebangsaan Jerman.

Mangkunegara IV memiliki beberapa alasan mengapa perlu dibangun industri perkebunan yang bermuara menjadi pabrik gula dan dibangun di distrik Malang Jiwan. Pertama,  gula merupakan produk ekspor yang pada waktu itu sedang laris di pasaran domestik maupun internasional. Kedua, tanaman tebu sudah biasa ditanam di sejumlah tempat di Surakarta, termasuk Mangkunegaran yang diusahakan oleh para toewan kulit putih penyewa tanah. Terakhir, sumber-sumber pendapatan pamong praja dari pemungutan pajak dan persewaan tanah dirasa tidak mencukupi.

Demi mengoptimalkan produksi, Pabrik Gula Colomadu melakukan beberapa perubahan. Pada tahun 1888, modernisasi dilakukan dengan mendatangkan mesin-mesin top dengan kualifikasi Tripple Effect. Sebenarnya, rencana pembelian mesin ini sudah dibikin tiga tahun sebelumnya, yakni pada 1885. Rencana tersebut tertunda pelaksanaannya karena terjadi krisis ekonomi. Seperti yang ditulis Wasino, penggunaaan teknologi dan mesin baru terhitung berhasil, terbukti dapat menghemat biaya pengeluaran untuk kayu sebesar 11.000 gulden setiap tahunnya.

Ada berbagai macam mesin yang digunakan oleh pabrik gula Colomadu. Dari hasil pengamatan penulis, kurang lebih ada 8 merek besar yang bisa dilacak asalnya. Kisah-kisah mesin ini perlu ditulis untuk menunjukkan betapa besarnya industrial-netwoking dari pabrik gula Colomadu milik Mangkunegaran. Peluang ini jarang ditelisik lebih lanjut oleh para pengamat dan sejarawan sebagai material history.

Temuan merek mesin pertama adalah Aitken & Co. Perusahaan mesin penggiling tebu ini bermarkas di Colonial Iron Works, Helen Street, Glasgow-Inggris. Merujuk pada The Stock Exchange Year Book 1908, sang pemilik bernama Thomas Aitken. Dia merupakan pengusaha yang terkenal dan termasuk dalam Leith & London, perusahaan perkapalan The London & Edinburgh. Aitken memproduksi mesin, menjualnya juga mengirimnya dalam satu paket perusahaan miliknya sendiri.

Dalam iklannya pada 1888, produk Aitken mengklaim mampu menghasilkan 75-80% sari pati gula dari tebu. Tentu secara hitungan neraca ekonomi industry ini akan menguntungkan Mangkunegaran. Mesin bikinan Aitken, masih ada di dalam De Tjolomadoe, namun kondisinya memprihatinkan karena bagian bawah mesin dicor jadi satu dengan lantai.

Masih satu negara dengan Aitken, perangkat besi bikinan Tangyes dari Birmingham ikut mengambil peran dalam jalannya roda industri gula Colomadu. Pabrik Tangyes bernaung di bawah nahkoda Tangye Brothers yang dirintis oleh James Tangye sejak Januari 1856. Mesin uap (stoommachine) menjadi produk andalan dari perusahaan Tangye.

Mesin penting berikutnya ada di Stasiun Penggilingan bermerek Gebr. Stork & Co. Mesin-mesin bikinan Gebr. Stork & Co sudah teruji kualitasnya di Eropa. Brand yang bermukim di Hengelo, Belanda ini memproduksi mesin-mesin besar berskala industri.

Merujuk pada koran Provinciale Overijsselche en Zwolsche, 19 November 1886, jenis mesin yang ditawarkan lewat iklan meliputi Mesin uap (Stoommachines); Boiler uap (Stoomketels); Locomobiles; Bootmachines; Bootketels ; mesin-mesin penggerak yang bergerigi (Drijfwerken) ; mesin pompa uap (Stoomgemalen).

Jerman yang terkenal sebagai negara dengan teknologi mutakhir, juga ikut menyumbang mesin di pabrik gula Colomadu. Dua diantaranya adalah Haniel & Lueg dan SIEMENS. Hadir sebagai mesin hidrolik di pabrik gula Colomadu, Haniel & Lueg termasuk produkan mesin pabrik gula yang laris di Hindia Belanda. Iklannya terpampang di surat kabar De Locomotief: Samarangsch handels- en advertentie-blad 18 Februari 1897 yang menyatakan bahwa susunan mesinnya menggunakan besi dan baja terbaik. Beratnya pun mencapai 30.000 kg.

Merek terkenal lain yang adalah SIEMENS. Di Indonesia, SIEMENS dikenal sebagai perusahaan raksasa pembuat alat telekomunikasi. Namun, ternyata perusahaan ini telah berdiri sejak 1847 yang kemudian mengembangkan bisnisnya di mesin industri 1866.

Mesin operasional tidak hanya didatangkan dari Benua Eropa. Amerika Serikat turut terlibat dalam pengadaan mesin-mesin pabrik gula Colomadu di masa cemerlangnya. Penulis menemukan dua brand mesin jempolan asal negeri Paman Sam, yakni Nazel-Philadelphia dan Lodge & Shipley Ci-Ohio. Dalam majalan American Machinist 1 June 1910, mesin pres dari Nazel merupakan perangkat terkenal yang sudah digunakan lebih dari 160 pengguna dan ada 6 variasi ukuran. Ukuran terkecilnya 65 lbs atau 30 kg dan terbesar 600 lbs atau 270 kg.

Mesin bubut di pabrik gula Colomadu, dipercayakan pada Lodge & Shipley. Perusahaan yang berdiri pada tahun 1892 tersebut dipimpin oleh William Lodge dan Murray Shipley. Soal kualitas mesin, tidak perlu diragukan lagi. Iklannya di Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indie, 16 Agustus 1923, menegaskan bahwa mesin keluaran Lodge & Shipley terbaik di kelasnya. Bahkan administrateur, perwakilan kantor yang ada di Belitung mengakuinya. Secara tidak langsung, mesin-mesin yang didatangkan ke pabrik gula Colomadu bukan mesin yang sembarangan dan terjamin kualitasnya.

Terakhir, mesin garapan W Maxwell Engineer, Djocja bercokol erat di gedung operasional pabrik gula Colomadu. Mesin buatan Maxwell sudah disegmentasikan untuk menyokong pabrik gula. Salah satu perangkat yang bermanfaat besar adalah mesin pengering gula (suikerdrogers). Pariwara produknya, tertera di koran De locomotief: Samarangsch handels-en advertentie –blad, 21 Mei 1894.

Mesin pengering keluaran Maxwell mampu menampung minimal 800 pikul gula. Dengan alat ini, kerja lebih efektif jika dibandingkan menggunakan tenaga manusia. Mekanisasi sudah menjadi syarat utama berbisnis industri secara modern dan pabrik gula Colomadu menjadi bukti Mangkunegaran menyadari akan hal ini.

Semoga sedikit dar tulisan ini bisa menjadi pemantik untuk munculnya pengamatan-pengamatan yang lebih mendalam terhadap De Tjolomadoe. Peninggalan yang masih ada  bisa dijadikan bahan edukasi dengan beragam tema, seperti sejarah perusahaan, sejarah permesinan atau mekanisme industri gula.. Harapannya bekas pabrik tersebut tidak hanya sebagai tempat wisata, mengingat misi utama pelestarian bangunan bersejarah adalah edukasi untuk masyarakat luas.