Moeslim Nationale Onderwijs Ide Pendidikan Tjokro

Politik

Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang lebih dikenal sebagai H.O.S. Tjokroaminoto merupakan tokoh pergerakan nasional yang memberikan pengaruh besar dalam dinamika politik Indonesia. Tjokro merupakan seorang ningrat yang bersekolah di sekolah pangreh praja (OSVIA) di Magelang. Pendidikan barat yang ia dapatkan justru membuatnya memilih jalan berbeda. Keluar dari pekerjaanya sebagai ambtenaar juru tulis patih di Ngawi, ia memilih untuk pergi ke Surabaya dengan melanjutkan pendidikan di BAS (Burgelijke Avond School) sebuah sekolah teknik sipil jurusan mesin. Pendidikan di BAS ditempuh selama tiga tahun oleh Tjokro, berbekal sertifikat dari BAS ini Tjokro menjadi teknisi di pabrik gula Rogojampi. Titik inilah yang menjadi persimpangan jalannya, ningrat tulen yang banting stir terjun ke politik.

Tjokro adalah guru politik bagi tokoh-tokoh pergerakan sebut saja Sukarno, Kartosoewirjo, Abikoesno, Alimin, dan Muso. Belum lagi berbicara bagaimana pengaruh besarnya dalam SI. Robert van Niel dalam buku Munculnya Elit Modern Indonesia menjelaskan penghormatan untuk Tjokro dari para pengikutnya sangatlah tinggi, sampai-sampai ada gelar untuk Tjokro yaitu “Yang utama H.O.S Tjokroaminoto” yang dinyanyikan pada acara-acara resmi partai, bahkan di kalangan tertentu Tjokro dianggap sebagai Ratu Adil sebuah konsep yang dipercayai seseorang yang mampu membawa kebenaran dan memimpin jalan ke surga.

Sosok Tjokro dengan politik menjadi tidak terpisahkan, akan tetapi perhatian Tjokro sebenarnya tidak hanya soal politik akan tetapi lebih dari itu. Terbebasnya belenggu rakyat dari penjajahan Belanda menjadi tujuan utama Tjokro. Pendidikan menjadi perhatian khusus dalam pemikiran Tjokro. Pemikiran Tjokro dalam pendidikan banyak dipengaruhi oleh kondisi pendidikan di Hindia Belanda. Pendidikan pada masa pemerintahan Hindia Belanda tidak memberi akses kepada seluruh rakyat di Hindia Belanda. Apalagi dalam sistem pendidikan Belanda tidak ada sekolah-sekolah yang mengajarkan agama Islam. Kondisi inilah yang membuat Tjokro menyoroti permasalahan pendidikan pada masa Hindia Belanda. Sayyidah Mawani dalam buku HOS Tjokroaminoto menjelaskan dalam perjalanan hidupnya Tjokroaminoto memiliki kedekatan dengan pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai Islam sehingga tidak mengherankan jika muncul keprihatinan terhadap kondisi pendidikan yang terjadi pada saat itu.

Tjokro memiliki pendapat bahwa untuk dapat menjadi seorang muslim seutuhnya, maka harus melewati proses pendidikan yang didasari oleh nilai-nilai Islam. Islam dipeluknya sebagai pedoman utama dalam berucap dan bertindak. Hal ini juga ia ajarkan kepada anak didik dan para pengikutnya. Tjokro merumuskan konsep pendidikannya dalam tulisan berjudul Moeslim Nationale Onderwijs, atau dapat diartikan sebagai pengajaran nasioanal yang bersifat Islam. Moeslim Nationale Onderwijs ia tuangkan dalam Kongres PSII di Yogyakarta 21-27 Agustus 1925.  Konsep pendidikan Tjokroaminoto ini menjelaskan bahwa asas-asas Islam merupakan asas-asas yang menuju demokratis dan sosialis (sosialis sejati berdasarkan Islam).

Amelz dalam HOS Tjokroaminto Hidup dan Perjuangannya menjelaskan konsep pendidikan Tjokro ini menekankan pada penanaman pada aspek kemerdekaan, demokrasi, dan keluhuran diri. Dalam buku Seri buku Tempo: Tjokroaminoto karya B. Setyarso, dkk. mengungkapkan bahwa konsep pendidikan Tjokro mengajarkan persoalan arti kemerdekaan,  budi pekerti, dan ilmu agama Islam. Bagi Tjokro, asas-asas dalam Islam memiliki keselarasan dengan semangat dan cita-cita sosialisme, demokrasi, dan nasionalisme. Oleh karenanya kaum muslim harus menerima pendidikan yang sesuai dengan ukuran pendidikan dalam Islam. Pengajaran dalam konteks konsep pendidikan Tjokro diartikan sebagai sebuah proses penurunan ilmu melalui sikap, perkataan, dan perilaku. Sehingga, muncul sebuah kesimpulan sebaik-baiknya pengajaran dan pendidikan adalah contoh nyata.

Penggalan dari Moeslim National Onderwijs dikutip dari HOS Tjokroaminto hidup dan perjuangannya karya Amelz berbunyi: Dimana asas Islam itu adalah asas yang menuju demokrasi dan sosialisme sejati berdasarkan hukum Islam, dan asas itu juga memiliki tujuan untuk mencapai keinginan kemerdekaan umat dan kemerdekaan negeri tumpah darah, maka kalau itu kita kaum muslimin mendirikan sekolah kita sendiri, tidak boleh tidak pengadjaran jang diberikan didalamnya haruslah pengadjaran jang mengandung pendidikan akan menjadikan muslim jang sedjati dan bersifat nasional dalam arti kata maksud: menuju maksud akan mencapai kemerdekaan umat.

Pendidikan bukan hanya sekedar suatu proses pengajaran secara formal yang dilakukan di sekolah. Pendidikan merupakan tentang berbagi dan menyalurkan berbagai kemampuan yang masing-masing individu miliki, dengan tujuan untuk mendapatkan ilmu baru. Pendidikan bukan suatu proses yang bersifat satu arah, melainkan suatu proses timbal balik. Tjokro dengan mudah menyederhanakan proses pendidikan itu sendiri, baginya proses pengajaran tidak membutuhkan ruang kelas, seragam sekolah, maupun fasilitas penunjang lainnya. Satu hal yang dibutuhkan untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran adalah kemauan dalam diri setiap individu itu sendiri.

Tjokro menawarkan konsep pendidikan yang mengintegrasikan Islam dan ilmu pengetahuan barat. Sosialisme dan nasionalisme yang sedang berkembang dibalut dengan nilai-nilai Islam. Sehingga, ilmu pengetahuan produk Barat mampu diterima dan selaras dengan nilai Islam. Tjokro secara langsung tidak pernah menjadi praktisi pendidikan, tetapi pemikirannya terkait pendidikan di Indonesia memicu lahirnya sekolah-sekolah modern Islam. PSII pernah melalukan upaya pendirian sekolah-sekolah yang didasari atas konsep Moeslim National Onderwijs ini. Sampai hari ini yayasan atau sekolah dengan nama besar beliau (Universitas Cokroaminoto, misalnya) juga masih mengamini konsep pendidikan tersebut. Menelaah bagaimana proses Tjokro mengungkapkan konsep pendidikannya dan melihat dampaknya setelah itu, menjadikan kesadaran bahwa perjuangan politik sehebat apapun tidak ada gunanya tanpa membangun dan menyadarkan manusianya dari kebodohan.

Sumber Gambar: Buku Seri Buku Tempo: Tjokroaminoto