Perempuan selalu menjadi kaum terpinggirkan dalam masyarakat Indonesia. Stigma bahwa kehadiran perempuan hanya sebagai konco wingking bagi laki-laki nampaknya masih tertanam kuat dalam pikiran masyarakat Indonesia. Bagaimana stigma tersebut dapat muncul? Dan bagaimana pula peran perempuan dituliskan dalam narasi sejarah Indonesia?
Miftahul Habib Fachrurozi dari buletin Senandika mewawancarai Arie. S Pamungkas atau yang akrab disapa Tia Pamungkas, dosen FISIPOL UGM sekaligus aktivis perempuan melalui e-mail untuk membahas topik tersebut. Berikut adalah hasil wawancara kami dengan Mbak Tia (sapaan akrab Tia Pamungkas):
T | Menurut mbak Tia, bagaimana selama ini perempuan ditempatkan dalam narasi sejarah Indonesia? |
J: | Penulisan sejarah di Indonesia, atau tentang Indonesia masih mencerminkan beberapa bias dalam penulisannya:
(1) Penulisan sejarah selalu dilakukan dalam perspektif elitis, hal ini dikarenakan dokumentasi, arsip dan sebagainya selalu berkenaan dengan peran penguasa dan karenanya sejarah selalu menuliskan tentang kehebatan elit-elit penguasa bukan atau jarang sekali tentang orang biasa; (2) Penulisan sejarah Indonesia modern selalu bias nilai patriarki khususnya yang bersifat Militerisme, sejarah menuliskan peran perempuan memang, tetapi selalu dalam konteks ‘heroisme’ yang bias militeristik, bukan berarti kita tidak mengakui kehebatan Tjut Njak Dien, Christina Martha dan lain-lain, bukan yaa, tetapi ruang penulisan sejarah selalu dituliskan sebagai prestasi-prestasi yang cenderung bersifat maskulin termasuk di dalam pencapaian-pencapaian politik (3) Khusus untuk penulisan sejarah tentang gerakan perempuan, saya kira ini masih sangat kurang, mengapa? Karena sejak 1965, terjadi penghancuran secara sistematik terhadap gerakan perempuan atau peran-peran politik perempuan di dalam gerakan sosial dan politik. SIlahkan baca buku Susan Blacburn tentang Women and the State in Modern Indonesia – yang diterjemahkan oleh alm. Koesalah Soebagjo Toer (adik kandung Pramoedya Ananta Toer), atau baca buku tentang penghancuran gerakan perempuan di Indonesia yang ditulis oleh Saskia Wieringa, Ita F Nadia, dan lain-lain. |
T: | Menurut mbak Tia, apa perbedaan mencolok kondisi perempuan masa lalu (terutama era sebelum kemerdekaan) dan masa kini? |
J: | Perbedaan mencolok maksudnya apa? Saya tidak pernah hidup di masa sebelum kemerdekaan, jadi yang saya tahu hanya dari membaca tulisan-tulisan atau arsip tentang sejarah perempuan. Saya tidak bisa jawab pertanyaan ini, yang jelas ada banyak perempuan berkontribusi untuk kemerdekaan Indonesia, bukan hanya untuk memerdekakan dirinya sendiri.
Saya kira perjuangan kaum perempuan sampai hari ini belum selesai, kita misalnya masih banyak menghadapi persoalan mengenai penghapusan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual, banyak sekali yang belum selesai. Kondisi perempuan miskin sampai hari ini juga memprihatinkan, banyak perempuan kelas miskin berjuang untuk keluarganya, menjadi buruh bahkan buruh migran (TKI) bertaruh nyawa dan lain-lain, termasuk menghadapi resiko kekerasan seksual. Bedanya cuma satu, kalau di masa lalu mungkin penjajahan membenarkan sistem perbudakan termasuk pada perempuan, sekarang perbudakan itu masih ada cuma beda saja sistematikanya karena berlangsung melalui moda kapitalisme modern, dimana labour atau tenaga kerja manusia menjadi komoditas, tetapi secara kultural, sosial dan ekonomi, jadi perbudakan itu masih ada! Itulah yang kita sebut sebagai “eksploitasi kemanusiaan”. |
T: | Mengapa perempuan di Indonesia seringkali dipinggirkan dalam masyarakat? |
J: | Karena masyarakat meneguhkan sistem patriarki dan ini bukan semata-mata salahnya masyarakat! Seperti saya bilang pada jawaban sebelumnya, perubahan sosial menyangkut sistem ekonomi dan politik, sistem ini (Kapitalisme modern) membenarkan logika-logika patriarki termasuk melanjutkan stigma tentang pembagian kerja secara seksual yang di dalamnya melanggengkan norma-norma patriarki. |
T: | Dahulu, ada beberapa perempuan seperti Kartini, S.K. Trimurti yang berfikiran maju, menurut mbak Tia apa hal yang bisa diwarisi dari tokoh tersebut oleh perempuan masa kini? |
J: | Sudah banyak prestasi yang dilakukan oleh banyak perempuan Indonesia, bahkan melampaui apa yang telah dilakukan oleh Kartini atau S.K Trimurti. Sayangnya, sejarah selalu terlambat menyampaikannya, karena lagi-lagi penulisan sejarah selalu bias kepentingan elit politik. Sejarah bisa dimulai dari bawah.
Misalnya, siapa yang akan menulis tentang Marsinah? Jangan-jangan anak-anak zaman now gak ada yang tahu siapa itu Marsinah! Lha yang segenerasi dengan saya saja misalnya mahasiswa di tahun 90-an (akhir Orde Baru) banyak yang lupa! Atau sengaja dilupakan? Embuh, gak tahu deh! Nah itu tugas kalian kaum muda, memberi ruang bagi penulisan sejarah perempuan dari kelas bawah! |
T: | Bagaimana seharusnya perempuan ditempatkan dalam masyarakat? |
J: | DIHORMATI, diperlakukan secara setara dalam pengertian bahwa secara alamiah memang perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan tetapi itu cuma soal kondisi biologis, bukan sebagai alat meneguhkan patriarki! |
T: | Apa pesan mbak Tia buat perempuan masa kini? |
J: | Pesan saya harus berani melawan ketidakadilan, harus dapat bersolidaritas di dalam gerakan perjuangan untuk kesetaraan, dan untuk gadis-gadis remaja selalu semangat, pede, rajin dan giat belajar, terus kejar cita-cita kalian.
Saya kira itu jawaban singkat saya. Terima Kasih |