Kata pesugihan agaknya sudah sangat akrab terdengar bagi sebagian besar masyarakat Jawa. Entah sejak kapan istilah ini muncul, namun nampaknya pesugihan menjadi istilah yang sudah sangat lama ada dalam masyarakat Jawa. Bahkan istilah pesugihan bisa dikatakan sebagai istilah yang hanya berkembang di Jawa. Hal ini terlihat dari tidak adanya pengertian dan persamaan kata pesugihan dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.
Merujuk pada catatan Jaclin Craig dalam Pengalaman di Tempat Mistis Pesugihan dan Pengasihan Jawa Timur September-Desember 2001 istilah pesugihan berasal dari Bahasa Jawa Sugih yang berarti kaya. Jadi, mereka yang melakukan pesugihan adalah orang-orang yang melakukan ritual mistis untuk memperolah kekayaan. Kekayaan disini tidak selalu berkaitan dengan harta dan uang. Akan tetapi, pada prakteknya, pesugihan juga memiliki tujuan lain seperti naik jabatan, ilmu kebal, penglaris dagangan, dan agar disenangi banyak orang.
Pada perkembangannya, pesugihan yang dilakukan untuk tujuan non material sering disebut dengan pengasihan. Lagi-lagi istilah ini berasal dari Bahasa Jawa Kasihan yang berarti keinginan atau tujuan. Sehingga jika dijabarkan maka pengasihan adalah mencapai suatu keinginan atau tujuan secara cepat melalui ritual-ritual khusus yang berkaitan dengan mistis dan kepercayaan.
Di seantero tanah Jawa sendiri, ada berbagai macam nama pesugihan. Biasanya nama-nama tersebut berkaitan dengan cerita dan tempat dimana pesugihan itu dilakukan. Menurut makalah berjudul Cerita-cerita Pesugihan di Jawa, Pola Kekerabatan Sastra dan Paradoks Teks-Konteks yang ditulis oleh Mashuri dari Balai Bahasa Jawa Timur, ada sembilan cerita dan lokasi pesugihan yang cukup terkenal di tanah Jawa. Kesembilan pesugihan itu adalah Pesugihan Gunung Kawi di Malang, Pesugihan Makam Ngujang di Tulungagung, Pesugihan Roro Kembang Sore di Gunung Bolo Tulungagung, Pesugihan Gunung Kemukus di Sumberlawang Sragen, Pesugihan Pulau Seprapat di Juwana Pati, Pesugihan Nyai Puspo Cempoko di Desa Kabongan Rembang, Pesugihan Pohon Ketos di Trucuk Klaten, Pesugihan Dewi Lanjar di Pantai Slamaran Pekalongan, dan Pesugihan Nyai Blorong di Sendang Pengilon, Bantul.
Masing-masing pesugihan memiliki perbedaan pola ritual. Perbedaan ini terjadi karena adanya perbedaan motif dan pola kepercayaan. Mashuri membagi pesugihan-pesugihan tersebut ke dalam 4 golongan motif. Pertama yaitu pesugihan bermotif kebendaan. Pesugihan yang bermotif kebendaan biasanya menitikberatkan pada pengkultusan benda-benda seperti pohon, gunung, goa, dan lain sebagainya. Biasanya dalam pesugihan bermotif kebendaan ritual yang dilakukan sebatas bertapa dan menaruh sesajen di benda tersebut. Contoh dari pesugihan ini adalah Pesugihan Gunung Kawi dan Pesugihan Pohon Ketos.
Kedua yaitu pesugihan yang bermotif tabu dan larangan. Pada pesugihan ini motif yang dilakukan didasari oleh folklore berisi hal tabu dan terlarang. Uniknya, ritual yang dilakukan justru sebaliknya yaitu melakukan hal terlarang atau tabu tersebut. Misalnya saja Pesugihan Gunung Kumukus yang dalam ritualnya mengharuskan pelaku pesugihan harus melakukan hubungan seksual dengan tujuh orang yang berbeda dalam waktu 1 lapan atau 35 hari.
Motif ketiga yaitu pesugihan berdasarkan kepercayaan akan hewan luar biasa. Dalam pesugihan ini, pelaku pesugihan melakukan ritual agar bisa mendapatkan kekayaan dari hewan yang di kultuskan. Ada yang disebut sebagai babi ngepet, ada yang berupa kera seperti yang dipercayai di Makam Ngujang, ada yang berupa Bulus seperti di Pesugihan Bulus Jimbung Klaten, dan ada yng berupa naga bersisik emas seperti di Pesugihan salah satu Pantai di Selatan Jawa.
Terakhir yaitu pesugihan yang bermotif orang tertentu. Pola pesugihan ini merupakan yang terbanyak di Jawa. Tokoh-tokoh macam Dewi Lanjar, Nyai Blorong, dan Nyai Puspo Cempoko adalah fokus utama dalam motif pesugihan ini. Mereka dianggap oleh para pelaku pesugihan sebagai obyek ritual ngalap berkah. Biasanya agar tujuan pesugihan dipenuhi, maka para pelaku pesugihan harus menyiapkan sesajen berupa benda-benda atau makanan yang disukai oleh para tokoh tersebut.
Sumber Gambar: Jawapos.com