Sejarah perkeretaapian di Magelang diawali dengan beroperasinya jalur Kereta Api Jogja-Magelang pada tanggal 1 Juli 1898. Jalur ini dioperasikan oleh NISM (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij) merupakan salah satu perusahaan Kereta Api swasta Belanda yang tergabung dalam VS (Veerenigde Spoorwegbedrigs). Jalur ini menghubungkan Jogja-Sleman-Tempel-Muntilan-Blabak dan Magelang. Stasiun yang menghubungkan Magelang sampai Jogjakarta adalah Stasiun Magelang Kota, Magelang Pasar, Banyurejo, Mertoyudan, Japonan, Blondo, Blabak, Pabelan, Muntilan, Dangeyan, Tegalsari, dan Semen.
Dikutip dari Majah Sinpo tahun 1919 merupakan dokumen pribadi yang dimiliki Kota Toea Magelang menyebutkan jalur KA antara stasiun Magelang Kota-Secang yang memiliki jarak kurang lebih 9 km melewati rute-rute relatif datar dan sedikit tanjakan serta jalan memutar di wilayah Sempu-Secang. Di wilayah Payaman ada stasiun kecil dan jalur relnya berada lebih tinggi dari jalan raya yang ada di bagian baratnya. Kondisi rel kereta api yang demikian konon karena adanya penghargaan terhadap kepercayaan-kepercayaan lokal, dimana pada waktu itu masyarakat sekitar masih banyak percaya terhadap batu-batu, pohon, makam, dan kawasan yang dikeramatkan. Oleh sebab itu adanya pembelokkan di beberapa wilayah yang konon memang sengaja dilakukan karena ditakutkan kuli lokal yang bekerja tidak mau mengerjakan.
Stasiun Secang merupakan stasiun paling strategis di seputar Magelang dan Temanggung. Hal ini dikarenakan posisinya yang berada di tiga jalur yaitu antara Magelang, Temanggung, Parakan, dan Ambarawa. Letaknya yang strategis menyebabkan Stasiun Secang lebih luas dan memiliki jalur perlintasan lebih banyak. Lokomotif yang melayani jurusan ke Ambarawa juga berbeda karena melewati tanjakan di wilayah pegunungan sehingga memakai rel yang bergerigi. Stasiun Secang sudah dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang cukup lengkap mulai dari kondektur sampai perangkat dan pegawai lainnya.
Ada tiga jalur kereta api yang ada di Stasiun Secang Magelang yang pertama jalur kereta api Yogyakarta-Secang, yang kedua jalur kereta api Secang Parakan, dan yang ketiga jalur kereta api Secang-Kedungjati. Stasiun Secang berhubungan langsung dengan Stasiun Payaman, Kranggan, dan Brangkal sebagai jalur tujuan kereta api. Tahun 1970 peran stasiun ini menjadi sangat sentral sering kali digunakan untuk alat transportasi primadona bagi pelajar, pedagang, pegawai dan pendukung kegiatan masyarakat saat itu. Jalur yang menghubungkan ke Temanggung dan Parakan karena Temanggung dan Parakan sebagai penghasil komoditi tembakau yang sangat besar. Ketiga jalur ini juga menjadi penting karena adanya kereta api “Taruna Ekspress” yang menjadi alat transportasi para taruna akademi militer yang ada di Kota Magelang.
Terjangan banjir lahar dingin Gunung Merapi pada bulan Desember 1976 menghantam Jembatan Krasak diperbatasan antara Jawa Tengah dan DIY. Jembatan krasak sudah pernah rusak pada tahun 1947. Kerusakan jembatan krasak pada tahun 1976 membuat kereta api Magelang-Jogya menjadi lumpuh total. Tetapi meski demikian Borobudur ekspres yang melayani sejak tahun 1973 tetap mengantar penumpang dari Magelang sampai Muntilan hingga tahun 1978. Kendala tersebut berdampak pada aktivitas Kereta Api di sekitar Magelang. Pelan tapi pasti beberapa jalur perkeretaapian di tutup. Jalur kereta api antara Parakan-Secang ditutup pada tahun 1973. Jalur Magelang-Ambarawa ditutup pada tahun 1967. Selain itu penggunaan bahan bakar berupa pohon jati juga menjadi salah satu penyebab, persediaan pohon jati yang mahal dan jumlah penumpang yang mulai menurun membuat jalur kereta api Secang di tutup.
Sumber Gambar: https://kotatoeamagelang.wordpress.com/tag/djeladjah-djaloer-spoor-djoeroesan-setjang-tjandi-oemboel/